Al-Qur’an setidaknya menggunakan 3 kata untuk “pilihan”:
- al ikhtiyaar الاختيار
- ishthifaa’ اصطفاء
- ijtibaa’ اجتباء
Ikhtiyaar berasal dari kata khoyr خير yang artinya “baik”. Ikhtiyaar adalah ketika kita membuat pilihan yang baik. Atau ketika kita membuat pilihan berdasarkan kebaikan yang ada pada sesuatu.
Isthifaa’ yaitu ketika kita membuat pilihan yang berdasarkan selera pribadi, personal choice. Artinya tidak ada pihak luar yang mempengaruhi, memaksa, atau meyakinkan kita. It’s purely our own, murni dari kita sendiri.
Dan ijtibaa’ adalah pilihan yang berdasarkan qualifikasi tertentu. A choice based on qualification.
Ketika kita sedang mencoba merekrut seseorang untuk suatu pekerjaan misalnya, maka ini adalah ijtibaa’. Karena kita akan memilih dari beberapa kandidat berdasarkan qualifikasi pekerjaan yang dibutuhkan. Kita tidak akan memilih berdasarkan warna baju yang dia pakai, atau ukuran sepatunya. Yang kita lihat adalah: Is this the right person for the company to do this job? Apakah ini orang yang tepat bagi perusahaan untuk melakukan pekerjaan ini? Jika kita membutuhkan seseorang untuk mengajar misalnya, maka kita tidak akan memilih seorang mekanik. Karena kita membutuhkan seseorang dengan qualifikasi yang sesuai untuk melakukan pekerjaan ini.
Tetapi ketika kita pergi ke warung atau mini market misalnya. Kita ingin membeli coklat. Lalu kita ambil coklat merk A. Maka tidak ada yang berhak bertanya: Kenapa kamu pilih merk A? Kenapa ngga pilih merk B? Atau merk C? Kalaupun mau kita jawab, jawabannya simpel: Because I like it, karena saya suka. That’s it, itu saja.
Ketika membeli baju, kita memilih warna hijau. Kenapa ngga warna biru? Atau putih? Atau ungu? Penjelasannya singkat: Karena saya suka, that’s it. It’s purely our own, murni selera kita. Ini adalah contoh isthifaa’.
Dalam Surat Al-Hajj ayat 75 Allah mengatakan,
اَللّٰهُ يَصْطَفِيْ مِنَ الْمَلٰٓئِكَةِ رُسُلًا وَّمِنَ النَّاسِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ
“Allah memilih para utusan(-Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
(QS. Al-Hajj 22: Ayat 75)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah lah yang memilih utusan (rasul) diantara malaikat dan manusia. Allah lah yang memilih. Dan di sini yang digunakan adalah yashthofii, dari kata ishthifaa’. Artinya ini murni pilihan Allah.
Ini penting untuk dipahami, karena dulu orang Yahudi di Madinah bertanya: Kenapa Tuhan memilih orang Arab sebagai rasul? Kenapa bukan orang Yahudi?
Segolongan yang lain bertanya lagi: Tunggu, malaikat mana yang membawakan wahyu? Jibril? Ehm… kita punya masalah dengan dia di masa lalu, no thanks.
Begitupun orang Quraisy dulu bertanya: Kenapa Al-Qur’an ini tidak turun kepada salah seorang tokoh ternama, orang yang berpengaruh, pemimpin suku, atau orang kaya di Mekkah? Kalau mereka yang dipilih, pasti kita mau mendengarkan. Kenapa Allah memilih seorang yatim? Seseorang yang tidak punya status politik?
Mereka mempertanyakan pilihan Allah. Padahal pertanyaan sesungguhnya adalah: Memangnya Allah perlu konsultasi dulu kepada mereka sebelum memilih?
Ayat ini menjelaskan, beginilah proses Allah dalam memilih utusan (rasul) -Nya. Allah melakukan tindakan ishthifaa’. Ini murni pilihan-Nya. Kita punya hak apa terhadap pilihan ini? None, tak ada sama sekali. Kita tidak punya hak apapun untuk mempertanyakan pilihan-Nya. Dan Allah tidak berhutang penjelasan apapun atas pilihan-Nya.
Allah telah memilih Jibril ‘alaihissalam dan Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kita tidak punya hak apapun untuk bertanya kenapa. Allah telah memilih, and I’m happy. That’s it.
Sekali lagi, ini adalah proses bagaimana Allah memilih rasul. Ayat selanjutnya (ayat 78) akan menjelaskan bagaimana Allah memilih saya, kamu, kita semua untuk menjadi seorang MUSLIM. Karena kita menjadi muslim bukan karena orang tua kita muslim, atau keluarga kita muslim, atau karena kita hidup di negara mayoritas muslim, nope. Begitu banyak mereka yang lahir di keluarga muslim tapi kehilangan keyakinannya, sadar ataupun tidak sadar. Kita menjadi muslim karena Allah lah yang memutuskan. ALLAH CHOSE US, ALLAH MEMILIH KITA. Every single one of us.
Ini yang epic.
Allah mengatakan dalam ayat 78,
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖ ۗ هُوَ اجْتَبٰٮكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ ۗ
Wajaahiduu fillaahi haqqo jihaadihii, Huwajtabaakum wamaa ja’ala ‘alaykum fiddiini min haroj.
HUWAJTABAAKUM. Allah memilihmu.
Wow… Ijtibaa’? Suatu pilihan berdasarkan kualifikasi?
Allah memilih saya, kamu, kita semua berdasarkan qualifikasi tertentu, really? Kita punya qualifikasi tertentu, apa iya?
Yup. Al-Qur’an yang mengatakan.
Seperti misalnya kita berada dalam suatu wawancara kerja. Pekerjaannya mengenai programming misalnya. Dan kita tidak punya pengalaman atau pengetahuan dalam programming sama sekali. Karena misalnya kita sedang desperate untuk mencari pekerjaan apapun. Kita hanya kirim resume kita ke semua lowongan yang ada. Dan ternyata mereka memanggil kita. Kita dipanggil dan duduk dalam suatu interview. Kemudian interviewer menjelaskan bahwa pekerjaan ini adalah untuk posisi Lead Programmer, dengan pengalaman 10 tahun, paham C++, Java, bla…bla…bla…
Seiring penjelasan interviewer yang terus-menerus tentang posisi itu, kita hanya bisa speechless. Dari 1 menit pertama sudah jelas bahwa kita ngga punya qualifikasi sama sekali untuk pekerjaan ini. Yang ada kita semakin terintimidasi dan ingin cepat-cepat keluar dari ruangan karena sudah cukup malu dengan ini. Tapi si interviewer terus saja menjelaskan job description nya.
Akhirnya yang meng-interview selesai menjelaskan dan mengatakan:
So, congratulation! You start tomorrow. Jadi , selamat! Kamu mulai kerja besok.
Dan kita garuk-garuk kepala. Serius Pak? Saya?
Si interview mengatakan: Tenang Mas, saya tahu Mas pasti berpikir Mas ngga qualified untuk pekerjaan ini. Tapi saya sudah melakukan ini bertahun-tahun. Saya tahu Mas pasti bisa. Saya bisa tahu seseorang itu cepat belajar atau ngga ketika saya melihatnya. Mas mungkin berpikir Mas ngga akan survive, tapi pengalaman saya mengatakan bahwa Mas bisa jadi pegawai yang berprestasi. Saya percaya sama Mas.
Si interviewer percaya kepada kita melebihi kepercayaan kita kepada diri kita sendiri.
Sekarang mari kita kembali ke Surat Al Hajj ayat 78.
Apakah ada dari kita yang bersyukur kepada Allah selayaknya Dia disyukuri? Adakah yang memuji Allah selayaknya Dia dipuji? Adakah yang mengingat Allah selayaknya Dia diingat? Nope. Tidak ada.
Allah mengatakan, inilah job description nya, wajaahiduu fillaahi haqqo jihaadihii. Berjuanglah di jalan Allah, tanpa tujuan apapun kecuali Allah, seperti selayaknya Dia diperjuangkan. Struggle like He deserve it. Apakah ini job description yang mudah atau sulit?
This is an impossible job description. Ini adalah deskripsi pekerjaan yang mustahil untuk dilakukan. Tak ada yang bisa melakukan haqqo jihaadihii. Struggle like it worthy of Me, Allah mengatakan. It’s impossible.
Dengan mengatakan ini di awal ayat, secara definisi Allah telah membuat kita tidak memenuhi syarat untuk pekerjaan ini. Un-qualified for this job.
Ketika kita hampir mau keluar ruangan karena merasa tidak memenuhi qualifikasi, Allah mengatakan: HUWAJTABAAKUM. Dia, berdasarkan qualifikasi-mu, telah memilihmu.
Eeemm…saya ngga bisa. Ngga mungkin bisa. Saya bahkan ngga bisa melihat qualifikasi apapun dalam diri saya sendiri.
Allah mengatakan: Wamaa ja’ala ‘alaykum fiddiini min haroj. Tenang…Allah tidak menaruh kesulitan apapun di dalam agama ini sama sekali. Tenang…Allah akan membuatnya mudah. Memang Allah menyebutkan suatu job description yang mustahil, dan Allah telah memilih kita, tapi… Tenang, by the way, Allah will make it easy, Allah akan membuatnya mudah.
Fiuuhh…ok. Walaupun job description nya mustahil, Allah akan membuatnya mudah. Ok baiklah…kita bisa tenang sedikit kalau begitu.
Allah kemudian meneruskan dalam menjelaskan job description nya.
مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَ ۗ
Millata abiikum ibroohiim. By the way, you will be on the same path, on the same legacy, on the same struggle, like your father Ibrahim. Kamu akan ada di jalur yang sama, di perjuangan yang sama, seperti bapakmu Ibrahim.
Baru saja Allah mengatakan bahwa it’s not gonna be hard at all, ini sama sekali tidak akan sulit, lalu Dia mengatakan: You will be just like Ibrahim. Kamu akan persis seperti Ibrahim.
Ookaay…? Meloncat ke dalam api? Ambil pisau, panggil anak kita, lalu taruh dan arahkan pisaunya ke leher anak kita? Mengatakan kebenaran kepada ayah yang musyrik, lalu diusir dari rumah? Berdiri melawan penguasa lalim? Menaruh keluarga kita, di tengah-tengah gurun pasir? Apakah hal-hal ini terdengar mudah?
Meloncat ke dalam api mungkin kalau kita cukup nekat, masih bisa terbayang. Tapi menaruh pisau di atas leher anak kita? Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana cara melakukannya. Jauh di luar kemampuan kita. Jangankan itu, membawa istri kita dan anak kita yang masih bayi, ke tengah padang pasir, lalu meninggalkan mereka di sana? Apakah ini terdengar mudah?
Tentu saja tidak. Dan semua sepertinya tidak mungkin dilakukan. Dan ketika ada yang mampu melaksanakan semuanya dengan ikhlas, itu adalah sesuatu yang benar-benar luar biasa.
Lalu sekarang perjuangan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sedang dibandingan dengan perjuangan kita. Perjuangan kita ngga ada apa-apanya.
Pelajaran yang bisa diambil dari ayat ini benar-benar luar biasa. Allah sedang mengatakan kepada kita dalam ayat ini. Jika Allah bisa membuat sesuatu yang mustahil menjadi mudah bagi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, apa yang mungkin bisa kita keluhkan? Alasan apa yang kita punya? Apakah kita perlu melompat ke dalam api? Apakah Allah menyuruh kita itu?
Apa yang Allah minta dari kita sekarang tidak ada apa-apanya. Allah tidak meminta banyak dari kita. Jika Allah bisa membuat perjuangan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mustahil menjadi mudah , apalagi perjuangan kita. Subhaanallah…
Poin penting di sini adalah bahwa every single muslim, setiap muslim, apakah itu yang terlahir dari keluarga muslim maupun yang baru kemudian masuk ke dalam Islam setelah bersyahadat, Allah saw something in them. Allah melihat sesuatu dalam diri saya, kamu, kita semua, yang layak untuk diperjuangkan.
Otherwise, we wouldn’t have the honor to say,
Jika tidak, kita tidak akan pernah memiliki kehormatan untuk mengatakan,
LAA ILAAHA ILLALLAAH… MUHAMMADARROSUULULLAH…
Kata ini bukanlah kata-kata yang murah. Ini adalah anugrah dari Allah. Dan tidak diberikan secara gratis. Kita harus mencari tahu, apa yang Allah lihat dalam diri kita, yang bahkan mungkin kita belum bisa melihatnya. Karena itu pasti ada di sana. Karena Allah mengatakan ijtabaakum.
Dan setiap individu memiliki sesuatu yang berbeda. Memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Ada yang berbakat dalam penelitian, atau dalam administrasi, atau dalam menulis, dalam dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Temukanlah apa kelebihan kita.
Temukanlah dan pastikan kita menggunakannya untuk agama ini. Pastikan kita menggunakannya untuk kebaikan agama ini. Utilize everything that we have been given, for the good of His religion.
Ref:
Divine Speech Series, Bayyinah TV, Nouman Ali Khan