Bojonegoro…
Kota yang seakan sudah menanti selama 30 tahun untuk dikunjungi. Tempat dimana hidup serasa dirombak habis tanpa henti. Dari hati yang sebelumnya tidak digunakan untuk memahami. Dari mata yang sebelumnya tidak digunakan untuk mengamati. Dari telinga yang sebelumnya tidak digunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah Yang Maha Mengetahui. Hingga saat ini, detik ini, ketika ambisi untuk memperbaiki diri berada di puncaknya, di sepanjang perjalanan hidup ini.
Dan tak terasa sebentar lagi tiba saatnya untuk melangkah pergi. Menuju pemberhentian selanjutnya, kota kelahiran kami.
Kami akan merindukan rumah ini. Rumah yang menjadi saksi perubahan kami. Semua suka, duka, tawa dan tangis kami. Saksi bagaimana Allah menolong kami, berkali-kali. Di saat sulit, di saat sakit, selalu saja ada banyak kemudahan yang mendatangi, lagi dan lagi.
Kami akan merindukan lingkungan ini. Karena ini adalah kali pertama bagi kami, memiliki tetangga-tetangga dan sahabat-sahabat yang shalih dan peduli. Yang datang menjenguk ketika kami sakit, yang memberikan bantuan dikala sulit, yang mengingatkan kepada kebenaran, yang begitu sabar mengajak kami kepada kebaikan, yang melakukan semuanya karena Allah tanpa mengharap kembali. Kami akan merindukan mereka, tetangga dan sahabat kami.
Lalu ada musholla Al-Waasi’ yang kucintai. Yang memanggil sejak dini hari. Untuk menuju kemenangan yang hakiki. Tempat mengaji, dan memperbaiki diri. Mendengarkan dan memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, berdiri menundukkan hati di hadapan Allah Yang Maha Tinggi.
Dan ada seorang sahabat kami. Seorang sahabat, saudara, sekaligus guru kami. Sahabat terbaik kami. Yang menanam benih perubahan ini 3 tahun yang lalu, tanpa kami sadari. Semoga Allah membalas semua kebaikannya, memberikan barokah dan rahmat-Nya di hari-hari terakhir kebersamaan ini.
Uhibbuka fillah yaa akhii.
Semoga Allah mengampuni kesalahan kita, selalu membimbing kita, dan mengumpulkan kita kembali di surga-Nya nanti.