Kata ini berasal dari fi’il maadhi, kata kerja bentuk lampau دَعَا (da’aa) yang artinya “called, invited” [telah memanggil, mengundang]. Ketika diubah menjadi fi’il mudhaari’, bentuk present tense, maka menjadi يَدْعُو (yad’uu) yang artinya “calls, invites” [memanggil, mengundang]. Lalu dalam bentuk mashdar menjadi دُعَاء (du’aa) yang artinya “a call, request” [panggilan, doa]. Dan dalam bentuk mashdar yang lain menjadi دَعْوَة (da’wah) yang artinya “a call, invitation” [panggilan, undangan].
Ustadz Nouman Ali Khan hafidzahullaah, semoga Allah menjaganya, salah satu da’i yang paling berpengaruh dalam hidup saya, meskipun kini tidak dalam semua hal saya sependapat dengan beliau, pernah mengatakan sesuatu mengenai da’wah, yang begitu mengena dan terus teringat sampai sekarang. Beliau mengatakan bahwa da’wah itu adalah sebuah undangan. Bukan tentang mengatakan: “Gue bener, dan lu salah“.
Seperti ketika mengundang seseorang ke rumah kita misalnya. Apa iya setelah si tamunya datang, terus kita marah-marahin, kita caci maki dan kita judge?
Saat kita mengundang seseorang ke rumah kita, tugas kita itu menyambutnya dengan baik, mempersilahkan dia masuk, lalu mempersilahkan dia duduk. Lalu kita suguhi dengan suguhan terbaik. Mungkin bisa kita ajak muter-muter keliling rumah, menunjukkan ruangan-ruangannya dan isi rumahnya.
Setelah itu, masalah si tamu memutuskan mau langsung pulang karena ngga betah, atau memutuskan untuk menginap karena suka, semua sepenuhnya berada di tangan dia. Keputusan itu 100% hak tamu. Dan tuan rumah ngga punya hak untuk maksa-maksa.
Maa syaa Allaah. Sebuah perumpamaan yang begitu mengena. Semoga Allah menjadikan kita semua seseorang yang mengajak kepada kebenaran, dengan sebaik-baik ucapan, sebaik-baik cara, sebaik-baik akhlak, dan sebaik-baik adab.