We

Fir'aun

Banyak dari kita yang belum tahu bahwa kata فرعون bukanlah kata atau nama yang berasal dari Bahasa Arab. Kata itu ternyata diserap dari bahasa lain. Bahasa apa?

Fir’aun. Nama yang begitu familiar pastinya ya. Figur penguasa lalim yang berulang kali dikisahkan di dalam Al-Qur’an seiring dengan kisah Nabi Musa ‘alayhissalaam. Di balik nama ini, tersimpan salah satu mu’jizat Al-Qur’an. Yaitu deskripsinya yang begitu akurat akan suatu hal yang telah terjadi di masa lampau. Menyingkap sesuatu yang telah hilang dari sejarah.

Banyak dari kita yang belum tahu bahwa kata فرعون bukanlah kata atau nama yang berasal dari Bahasa Arab. Kata itu ternyata diserap dari bahasa lain. Bahasa apa?

Untuk menjawabnya, mari sejenak kita menyelam ke dalam penelitian sejarah Mesir kuno, bahasa mereka, dan tulisan mereka, hieroglyphs, yang telah menjadi misteri selama ribuan tahun.

Yup, misteri. Karena memang bahasa ini telah hilang selama ribuan tahun. Tak ada seorang pun yang memahaminya.

Bahasa ini baru dipahami setelah ditemukannya Rosetta Stone (Batu Rosetta) pada tahun 1799 (1000 tahun lebih setelah diturunkannya Al-Qur’an). Batu yang menjadi kunci dalam memecahkan misteri tulisan hieroglyphs. Sehingga akhirnya Jean-Francois Champollion berhasil menerjemahkan hieroglyphs pada tahun 1822.

Dan akhirnya diketahuilah bahwa kata “fir’aun” (atau “pharaoh” dalam Bahasa Inggris) ternyata berasal dari bahasa Mesir kuno “per-aa“, yang secara harfiah berarti “great house” atau “istana agung” yang maksudnya istana kerajaan.

 

Dan penelitian sejarah menunjukkan bahwa kata ini baru digunakan sebagai gelar seorang raja, hanya di akhir era sejarah Mesir kuno, yaitu pada masa New Kingdom (Kerajaan Baru).

Berikut adalah kutipan dari The British Museum Dictionary of Ancient Egypt:

“Pharaoh: Term used regularly by modern writers to refer to the Egyptian king. The word is the Greek form of the ancient Egyptian phrase per-aa (‘the great house’) which was originally used to refer to the royal palace rather than the king. The ‘great house’ was responsible for taxation of the lesser ‘houses’ (perw), such as the temple lands and private estates. It was only from the New Kingdom onwards (1550-1069 BC) that the term was used to refer to the king himself.”

(Fir’aun: Kata yang biasa digunakan oleh para penulis modern untuk mengacu kepada Raja Mesir. Kata ini merupakan bentuk kata Yunani dari frase bahasa Mesir Kuno ‘per-aa‘ [Istana Agung] yang awalnya digunakan untuk mengacu pada Istana Kerajaan, bukan mengacu kepada sang raja. ‘Istana Agung’ bertanggung jawab atas pemungutan pajak dari ‘istana’ yang lebih kecil [perw], seperti misalnya kuil dan istana pribadi. Baru semenjak era Kerajaan Baru dan seterusnya lah [1550-1069 SM] kata ini digunakan untuk mengacu pada sang raja itu sendiri.)

Era New Kingdom itu apa sih?

Mari kita simak paparan sejarah dari Nicolas Grimal dalam “A History of Ancient Egypt” berikut ini, yang menunjukkan bahwa sejarah Mesir kuno terbagi menjadi 5 periode:

Periode Old Kingdom (Kerajaan Lama)

  • Tahun ~2700-2200 SM
  • Beberapa nama rajanya: Djoser, Snofru, Khufu (Cheops), Khafre (Chephren), Menkauhor, Teti, Pepy.

Periode First Intermediate (Menengah Pertama)

  • Tahun ~2200-2040 SM
  • Beberapa nama rajanya: Neferkare, Mentuhotpe, Inyotef.

Periode Middle Kingdom (Kerajaan Pertengahan)

  • Tahun ~2040-1674 SM
  • Beberapa nama rajanya: Ammenemes, Sesostris, Dedumesiu.

Periode Second Intermediate (Menengah Kedua)

  • Tahun ~1674-1553 SM
  • Beberapa nama rajanya: Salitis, Yaqub-Har, Kamose, Seqenenre, Apophis.

Periode New Kingdom (Kerajaan Baru)

  • Tahun ~1552-1069 SM
  • Beberapa nama rajanya: Ahmose, Amenhotep (Amenophis), Tuthmose (Thuthmosis), Hatshepsut, Akhenaten (Amenophis IV), Tutankhamen, Horemheb, Seti (Sethos), Ramesses, Merenptah.

Pertanyaannya: Di periode manakah Nabi Musa dan Nabi Yusuf ‘alayhimassalaam hidup?

Bagi yang belum familiar dengan kisah Nabi Yusuf ‘alayhissalaam, serta hubungannya dengan Nabi Musa ‘alayhissalaam dan Mesir, berikut rangkuman singkatnya:

  • Sebelum tinggal di Mesir, Nabi Yusuf ‘alayhissalaam tinggal bersama saudara-saudaranya dan ayahnya Nabi Ya’qub ‘alayhissalaam di wilayah Kanaan (sebuah wilayah di tanah Palestina).
  • Saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alayhissalaam iri kepadanya dan melemparkannya ke dalam sumur.
  • Nabi Yusuf ‘alayhissalaam ditemukan oleh sekelompok musafir. Dibawa ke negeri Mesir dan dijual sebagai budak.
  • Setelah melalui serangkaian kejadian (digoda oleh istri tuannya, dipenjara, dsb), pada akhirnya Nabi Yusuf diangkat sebagai Bendahara Kerajaan Mesir karena kemampuannya menafsirkan mimpi Raja mengenai masa paceklik di masa depan, serta menunjukkan cara mengatasinya.
  • Karena kekeringan di Kanaan (yang meluas hampir ke seluruh negeri), dan setelah akhirnya mengetahui ternyata Nabi Yusuf ‘alayhissalaam masih hidup di Mesir, Nabi Ya’qub beserta seluruh keluarganya datang ke Mesir dan menetap di sana.
  • Seluruh keturunan Nabi Ya’qub ‘alayhissalaam yang tinggal di Mesir inilah yang disebut Bani Israil (Nama lain Nabi Ya’qub adalah Israil. Kata “isra” dalam bahasa mereka berarti “hamba”, dan “il” berarti Allah. Sehingga “Israil” artinya adalah hamba Allah).
  • Setelah Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf wafat, Bani Israil menjadi warga kelas dua, ditindas, hingga akhirnya menjadi bangsa budak di Mesir.
  • Kemudian Nabi Musa ‘alayhissalaam lahir dari seorang ibu Bani Israil.

OK. Kembali ke pertanyaan: Jadi di era kerajaaan Mesir kuno manakah Nabi Yusuf ‘alayhissalaam menafsirkan mimpi Raja Mesir? Dan di era manakah Nabi Musa ‘alayhissalaam hidup untuk berdiri melawan Fir’aun?

Berdasarkan penelitian Kenneth Kitchen, Professor Emeritus of Egyptology, Joseph (Nabi Yusuf) memasuki Mesir pada Periode Menengah Kedua (~1674-1553 SM). Dan eksodus atau migrasi besar-besaran Bani Israil beserta Nabi Musa keluar dari Mesir diperkirakan oleh para peneliti terjadi pada Periode Kerajaan Baru.

Lalu coba kita perhatikan lebih jeli kisah Nabi Yusuf dan Nabi Musa ‘alayhimassalaam di dalam Al-Qur’an. Ini yang luar biasa.

Ketika menyebut Penguasa Mesir pada kisah Nabi Yusuf ‘alayhissalaam, Al-Qur’an secara konsisten selalu menyebutnya dengan sebutan “Raja” (Malik ملك). Dan tidak pernah menyebutnya dengan sebutan Fir’aun.

Sedangkan ketika menyebut Penguasa Mesir pada kisah Nabi Musa ‘alayhissalaam, Al-Qur’an secara konsisten selalu menyebutnya dengan sebutan “Fir’aun” فرعون. Dan tidak pernah menyebutnya dengan sebutan Raja.

Lihatlah bagaimana akuratnya pemilihan kata di dalam Al-Qur’an. Yang begitu akuratnya merefleksikan sejarah Mesir kuno beserta perubahan penggunaan kata Fir’aun.

Sebagian pihak sering mengkritik bahwa kisah Nabi Yusuf dan Nabi Musa di dalam Al-Qur’an adalah jiplakan dari kisah di dalam Bible (Injil).

Tapi lihatlah perbedaannya.

Bible (Injil) secara tidak akurat menggunakan kata “Fir’aun” sebagai sebutan Penguasa Mesir pada kisah Nabi Musa (Moses), Nabi Yusuf (Joseph), dan bahkan jauh ke belakang hingga kisah Nabi Ibrahim (Abraham).

Sedangkan Al-Qur’an secara akurat memilih kata yang tepat.

Padahal Al-Qur’an diturunkan jauh sebelum hieroglyph berhasil dipecahkan. Jauh sebelum penelitian intensif sejarah Mesir kuno dilakukan. Ketika bahasa Mesir kuno telah dianggap punah dan terlupakan.


Referensi:
The Eternal Challenge: A Journey Through The Miraculous Qur’an. Abu Zakariya. 2015.

The Complete Royal Families of Ancient Egypt. Thames & Hudson. 2004.

“Pharaoh” in British Museum Dictionary of Ancient Egypt. I. Shaw & P. Nicholson. British Museum Press: London. 1995. p. 222.

A History of Ancient Egypt. N. Grimal (Trans. Ian Shaw). Black-well Publishers: Oxford. 1988 (1992 print). pp. 389 – 395.

The Bible In Its World: Archaeology And The Bible Today. K. A. Kitchen. The Paternoster Press: Exeter. 1977. p. 74.

Kisah Para Nabi. Imam Ibnu Katsir.


Cover image by Walkerssk from Pixabay


Abu Qurrah February 12, 2020
Share this post
Sign in to leave a comment
We
Innalhamda Lillaah...
Sebuah kalimat, yang dulu merupakan kalimat pengantar untuk masuk ke alam mimpi, seiring kebanyakan jama’ah secara ajaib mulai tertunduk dan seakan dininabobokan, hehe.