اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَـقِّ ۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ ۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ
اِعْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
(QS. Al-Hadid 57: Ayat 16-17)
Ini adalah salah satu ayat favorit saya di dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat yang mengubah hidup. Karena Allah seperti sedang berbicara langsung kepada kita melalui ayat ini.
Alam ya’nililladziina aamanuu. Belum saatnya kah bagi orang-orang yang beriman?
Apakah sekarang ini, saat ini, belum waktunya?
An takhsya’a quluubuhum lidzikrillaahi. Untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. Tunduk penuh ketakjuban terhadap ayat-ayat Allah, untuk mengingat Allah.
Wamaa nazala minal haqq. Tunduk karena kebenaran yang telah turun. Bahwa mendengarkan Al-Qur’an saja sudah membuat mereka takjub. Mereka bisa merasakan efeknya.
Sudah 20 hari di bulan Ramadhan ini kita mendengarkan Al-Qur’an. Salah satunya di dalam shalat Tarawih. Dan Allah memberi 1 pertanyaan:
Apakah kita belum merasakan sesuatu?
Apakah kita belum merasa takjub?
Bahwa Allah sedang berbicara kepada kita melalui Al-Qur’an.
Walaa yakuunuu kalladziina uutul kitaaba min qoblu. Dan jangan sampai mereka seperti orang-orang sebelumnya yang diberi Kitab.
Fathoola ‘alayhimul amadu. Dan periode yang lama berlalu pada mereka, dan selama itu pula mereka mengalami kemunduran, sedikit demi sedikit.
Faqosat quluubuhum. Hati mereka menjadi keras. Jika dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka tidak akan mempengaruhi mereka, tidak ada efek apapun.Hati mereka tidak terhubung secara emosional dengan kitab mereka.
Belajar dari ayat ini, kita harus selalu terhubung secara emosional dengan Al-Qur’an. Bukan sekedar pemahaman intelektual saja.Kita seharusnya memiliki keterikatan yang dapat membuat kita menangis. Selalu merasa bahwa Allah sedang berbicara kepada kita ketika kita sedang mendengarkan Al-Qur’an.
Dan inilah bulan dimana kesempatan itu terbuka lebar. Bulan Ramadhan ini adalah bulan Al-Qur’an. Kesempatan yang mengikat kita kembali menjadi orang-orang yang menjaga hubungan dengan Allah. Dan “tali” yang selalu menghubungkan kita dengan Allah adalah Kitab Al-Qur’an ini. Setiap kita membaca Kitab ini, kita dapat merasakan kedekatan dengan Allah, yang bisa membuat kita menangis.
Wa katsiirun minhum faasiquun. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasiq (rusak). Yang hatinya sama sekali tidak terikat dengan Kitabnya. Semua hanya menjadi sekedar ritual ibadah saja. Ini sangat tragis.
Dan jika kita bercermin, sangat tragis pula ketika keterikatan kita dengan Al-Qur’an hanyalah untuk sekedar perkara ritual ibadah saja. Tidak lebih dari itu. Itulah yang dikeluhkan oleh ayat ini.
Ketika hati mengeras, sebenarnya hati itu seperti sudah mati. Dan di ayat selanjutnya Allah membuat perumpamaan yang benar-benar indah:
I’lamuu annallaha yuhyil ardho ba’da mawtihaa. Ketahuilah bahwa Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Subhaanallah.
Ayat sebelumnya mengatakan bahwa hati menjadi keras, ia mati. Dan Allah mengatakan bahwa Allah tahu cara membuat bumi yang mati menjadi hidup. Apakah kita pikir Allah tidak bisa menghidupkan hati kita lagi?
Qod bayyannaa lakumul aayaati la’allakum ta’kiluun. Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran Kami supaya kamu memikirkannya.
Pikirkanlah… pikirkanlah apa yang Allah katakan, ketika Dia bisa menghidupkan lagi hati yang mati.
Bayangkan misalnya ketika musim kemarau, atau musim gugur. Ketika daun berguguran, tanah mengering, dsb. Lalu ketika musim semi tiba, semua tiba-tiba menjadi hijau. Tanaman tumbuh, pohon-pohon berkembang dan berbunga.
Bulan Ramadhan ini adalah musim semi untuk hati kita. Bulan Ramadhan adalah ketika hati kita kembali hidup. Karena kita kembali terikat dengan Al-Qur’an. Begitulah seharusnya.
Dan musim semi ini tidak harus kembali menjadi musim gugur. Itu terserah kepada kita. Allah memfokuskan 30 hari ini agar kita bisa menghindari hawa nafsu untuk fokus kepada semangat beribadah saja. Jika kita bisa menjaga semangat ini setelah bulan Ramadhan. Kita baca Al-Qur’an setiap hari, kita pahami artinya, dan serius merenunginya. Kita ambil pengingat dari ayat Al-Qur’an setiap harinya. Sedikit demi sedikit kita menjadi lebih paham setiap harinya. Sedikit demi sedikit mendekat kepada Allah setiap harinya. Maka kita tidak akan seperti mereka yang telah diberi Kitab di masa lalu, yang hatinya tidak terpengaruh oleh Kitabnya.
Al-Qur’an itu bagai air. Kita tidak bisa bilang: “Oh saya sudah minum air minggu yg lalu. Belum butuh minum lagi.”
Nope. Kita membutuhkannya berkali-kali setiap hari.
Begitu pun dengan Al-Qur’an, hati kita membutuhkannya berkali-kali setiap hari. Bukan seminggu sekali. Bukan sebulan sekali. Apalagi setahun sekali.
Kita membutuhkannya sesering mungkin agar hati kita tetap hidup, dan tidak berangsur-angsur mengeras, sekeras besi, sehingga akhirnya mati.
– Dirangkum dari Qur’an Weekly, Nouman Ali Khan