Menyaksikan tingkah laku pemimpin yang under-performance itu speechless dan meruntuhkan mental. Bagai menyaksikan kakak senior di kampus atau sekolah dulu yang akademisnya nya jeblok karena maen mulu dan malas. So un-inspiring.
Berbeda halnya dengan kisah para teladan. Mendengar beberapa potongan katanya saja sudah mengangkat moral. Apalagi mendengar kisah pemimpin teladan. Mental kita akan ikut ter-upgrade.
Dan masalah pemimpin teladan, salah satu favorit saya adalah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz rahimahullaah.
Seorang pemimpin yang ketika masuk ke rumahnya, beliau menjatuhkan diri ke tempat sujudnya. Lalu tak henti-hentinya menangis dan berdoa hingga tertidur. Lalu beliau bangun di keheningan malam, dan melakukan hal itu sepanjang malamnya.
Ketika ditanya oleh Fathimah binti ‘Abdul Malik, istri beliau, kenapa beliau menangis, beliau menjawab,
“Wahai Fathimah, sesungguhnya aku memikul urusan umat Muhammad, lalu berpikir mengenai orang yang faqir lagi kelaparan, orang yang sakit lagi tersia-siakan, orang yang tidak berpakaian lagi kesusahan, orang yang terdzalimi lagi tertekan, orang yang asing lagi tertawan, orang yang sudah tua renta, dan orang-orang yang memiliki kebutuhan di berbagai penjuru bumi. Aku tahu bahwa Rabb-ku akan bertanya kepadaku tentang mereka, dan yang memperkarakanku untuk membela mereka adalah Muhammad ﷺ, maka aku takut bila argumenku tidak mampu menghadapi tuntutan beliau, maka aku kasihan kepada diriku, lalu aku menangis.”
Allaahu akbar. Begitu takutnya beliau kepada Allah.
Seorang khalifah yang begitu zuhudnya. Sehingga suatu saat ketika beliau sakit, dan Maslamah bin Abdul Malik menjenguknya, ternyata beliau hanya memakai pakaian kotor. Maka Maslamah berkata kepada Fathimah istri beliau, “Wahai Fathimah, cucilah baju Amirul Mu’minin“.
Fathimah mengatakan, “Aku akan melakukannya, insya Allah“. Kemudian Maslamah kembali, ternyata baju tersebut masih tetap seperti sediakala. Lalu Maslamah berkata, “Wahai Fathimah, bukankah aku menyuruhmu agar mencuci baju Amirul Mu’minin? Karena banyak orang akan menjenguknya“.
Fathimah mengatakan, “Demi Allah, dia tidak memiliki baju selainnya“.
Allaahu akbar…
Dan saya sangat terpecut dengan kata-kata beliau yang satu ini,
“Sebaik-baik kesederhanaan adalah pada saat berkelebihan, dan sebaik-baik pemberian maaf adalah pada saat memiliki kemampuan (untuk membalas)”.
Kita memang harus sering-sering ter-ekspos dengan kisah-kisah para teladan, ketimbang contoh-contoh buruk yang berseliweran di hadapan kita.
Berhentilah menuntut datangnya pemimpin adil untuk negeri ini. Dan mulailah mengerahkan seluruh tenaga untuk melahirkannya.
Catatan:
Kisah beliau saya ambil dari “Biografi 60 Ulama Ahlus Sunnah” oleh Syaikh Ahmad Farid. Dan beliau mengambil dari:
- Hilyah al-Aulia’ wa Thabaqat al-Ashfiya’, Abu Nu’aim.
- Ath-Thabaqat al-Kubra, Muhammad bin Sa’ad.
- Siyar A’lam an-Nubala’, Syamsuddin adz-Dzahabi.