Kebanyakan orang melihat kesuksesan itu adalah, ketika pada akhirnya misalnya, punya usaha yang cukup maju, atau memiliki tabungan yang cukup besar untuk investasi, sehingga bisa mendapatkan passive income tanpa harus bekerja. Sehingga bisa menikmati hidup, tanpa harus bersusah payah.
Sehingga bayangan kesuksesannya adalah momen-momen ketika pada akhirnya bisa punya rumah yang bagus, mobil yang mulus, makanan yang melimpah, aset yang banyak, dan sebagainya.
Namun tidak demikian bagi kita,
yang telah beriman.
Karena yang kita bayangkan adalah momen-momen kesuksesan, ketika Allah izinkan kita berada di sebuah barisan. Yang Rasūlullāh ﷺ berada di depannya. Dan begitu banyak manusia berdesak-desakkan dari zaman Nabi Adam ‘alayhissalām hingga akhir zaman.
Berbaris menunggu di depan 8 pintu yang begitu besar. Yang lebar daun pintunya saja, seperti jarak dari Mekkah hingga Bushra (~790 mil).
Menanti Rasūlullāh ﷺ mengetuk pintunya.
Lalu beliau ﷺ mengetuknya. Pintu pun terbuka, dan penjaganya bertanya:
من أنت؟
“Siapakah engkau?“
Lalu beliau ﷺ menjawab:
محمد
“Aku Muhammad“
Lalu sang penjaga pintu berkata:
بك أمرت لا أفتح لأحد قبلك
“Aku diperintahkan dengan sebab engkau. Aku tidak membukanya untuk seorangpun sebelum engkau.“
Lalu akhirnya kita dipanggil dari salah satu pintunya. Atau mungkin dari beberapa diantaranya. Atau mungkin kita diberi kebebasan untuk memilih pintu yang mana saja.
Lalu kita melangkahkan kaki ke dalamnya.
Dan kita abadi di sana.
Lalu kita mengatakan:
الحمد لله الذي هدانا لهذا
“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kita kepada ini semua.“