Bagi temen-temen yang mungkin sedang kelelahan dengan urusan dunia, mari kita healing sebentar, piknik menengok sejarah salah satu tokoh inspiratif.
Barangkali ada yang belum mengenal nama King Faishal rahimahullāh, raja Arab Saudi dari tahun 1964 hingga 1975. Mari kita bahas sedikit mengenai beliau.
Nama beliau begitu dikenal karena beliau merupakan salah satu pemimpin muslim kontemporer yang begitu memperjuangkan Al-Quds dan tanah Filisthīn. Beliau berani meng-embargo ekspor minyak Arab Saudi ke Amerika Serikat dan negara-negara lain yang men-support negara Isrā'īl.
Dan embargo ini telah menyebabkan krisis minyak di AS pada tahun 1973 dan lumpuhnya sektor industri dan transportasi di negara-negara yang terkena embargo.
Ada beberapa statement beliau yang populer, namun saya ngga bisa menemukan citation yang pasti. Tapi memang masyhur dikabarkan di tulisan media-media timur tengah. Allāhu a'lam.
Dikabarkan, begini statement beliau kepada President American Tapline Company:
أي نقطة بترول ستذهب لإسرائيل ستجعلني أقطع البترول عنكم
"Setiap tetes minyak bumi yang dikirim ke Isrā'īl, akan membuat saya memutus pasokan minyak bumi untuk kalian."
Catatan:
Tapline atau Trans-Arabian Pipeline adalah pipa minyak, dari Arab Saudi ke Lebanon yang aktif pada tahun 1950-1976. Di masa itu, pipeline ini adalah pipeline terbesar dan terpanjang di dunia, yang memasok minyak bumi timur tengah ke Amerika dan Eropa.
Lalu statement beliau ini juga masyhur, dan disebutkan pula dalam buku "Inside The Kingdom"-nya Robert Lacey, seorang sejarawan Inggris. Ketika embargo minyak berlangsung, Henry Kissinger, Menlu AS pada masa itu, mengunjungi Raja Faishal. Dan dalam kunjungannya, Henry Kissinger memberikan ancaman militer kepada Raja Faishal, akan menghancurkan fasilitas minyak Arab Saudi, jika embargo minyak tidak dicabut.
Lalu beginilah jawaban beliau,
عشنا وعاش أجدادنا على التمر واللبن وسنعود لهما
"Kami dan nenek moyang kami telah terbiasa hidup dengan kurma dan susu. Dan kami bisa kembali hidup seperti itu."
Allāhu akbar...
Sebuah jawaban tajam, yang secara tidak langsung mengatakan, "Kalian lah yang tidak bisa hidup tanpa minyak bumi, mobil, dan teknologi. Bukan kami."
Sayang sungguh sayang,
Pada 25 Maret tahun 1975, Raja Faishal dibunuh oleh keponakannya sendiri yang saat itu baru kembali dari AS (Faishal ibn Musā'id). Ketika itu Raja Faishal sedang menyambut delegasi dari Kuwait. Lalu tiba-tiba keponakan beliau mengeluarkan senjata dan menembak beliau.
Ada banyak teori yang menjelaskan motif pembunuhan tersebut. Dari mulai makar AS, hingga konflik internal keluarga kerajaan. Allāhu a'lam.
Kebanyakan orang mungkin melihat akhir hidup beliau sebagai akhir yang tragis. Padahal sebenarnya yang tragis itu mungkin kita, yang hidupnya santai-santai lalu berharap surga. Justru akhir hidup yang teguh berpegang kepada kebenaran seperti itu lah yang mulia.
Semoga beliau termasuk para syuhadā' yang gugur di jalan-Nya.