We

Rizq

Rizqi itu bukan hanya gaji

Beberapa kerabat dan tetangga, ketika mendengar bahwa saya berhenti dari menjadi seorang karyawan, seringkali berkomentar, “Wah, sayang ya. Sudah enak dulu setiap bulan sudah dapat penghasilan yang PASTI. Sekarang harus bersusah payah mencari-cari.”

Saya selalu membalasnya dengan senyum 🙂
Yup, hanya senyum saja.

Sungguh memang kita semua ini berada dalam suatu fatamorgana, sehingga merasa jika kita sudah mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan, maka sudah PASTI kita aman.

Padahal bisa saja tiba-tiba perusahaan kita bekerja mengalami pailit sehingga kita terkena PHK. Atau bisa saja kita sakit, sehingga gajinya habis untuk berobat. Atau bisa saja tiba-tiba kita mengalami kecelakaan, lalu cacat permanen, sehingga tidak bisa lagi bekerja kantoran. Atau tiba-tiba Allah menurunkan bencana ke bumi, sehingga gajian bulan depan tidak ada artinya.

Padahal yang sudah pasti itu adalah MATI. Bisa saja kita mati besok, sehingga gaji tak lagi berarti.

Sungguh dunia ini sudah membius kita. Sehingga lupa bahwa rizqi itu sudah dijamin, sedangkan surga tidak.

Sehingga lupa bahwa harta dan jabatan itu sementara. Sedangkan akhirat selamanya.

Khawatir kehilangan sesuatu yang sementara, dan tanpa sadar telah menghancurkan kehidupannya yang kekal.

Tentunya ini bukan masalah menjadi karyawan atau non karyawan. Selama halal, ikhtiar untuk menafkahi keluarga bisa di mana saja.

Yang menjadi masalah adalah ketika kita merasa pasti aman ketika menjadi karyawan. Sehingga terlena dan lupa dengan tujuan hidup.

Lupa bahwa gaji berbeda dengan rizqi.
Bahwa gaji hanya uang, sedangkan rizqi adalah seluruh rahmat Allah.
Bahwa gaji dijemput dengan bekerja, sedangkan rizqi dijemput dengan ketakwaan.
Bahwa gaji terukur, sedangkan rizqi tak pernah terduga.


Abu Qurrah April 5, 2019
Share this post
Tags
Sign in to leave a comment
We
Al-Maa'uun
الماعون