Dari setiap 1000, hanya 1 yang bisa menjadi penghuni jannah-Nya. Bukankah ini yang lebih layak kita khawatirkan? Dibanding masalah atau kesulitan apapun yang sedang kita alami.
Benar-benar sebuah khutbah Jum’at.
Khatib: Syaikh Uthman Ibn Farooq
Tanggal: 20 Feb 2022
Transkrip Indonesia:
Segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya.
Dan kita berlindung kepada Allah dari keburukan-keburukan diri kita. Dari kejelekan-kejelekan perbuatan kita.
Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa berpaling dari petunjuk Allah, maka tak ada seorang pun yang bisa memberinya petunjuk.
Dan aku bersaksi tak ada ilāh yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tak ada sekutu bagi-Nya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
Adapun selanjutnya. Allah subhānahu wata’ālā berfirman,
بسم الله الرحمن الرحيم
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون
“Wahai orang-orang yang telah beriman. Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Dan janganlah kamu mati, kecuali sebagai seorang muslim, yang menerima dan meyakini Islam dengan sepenuh hati.“
فقال سبحان وتعالى يأيها الناس اتقوا ربكم
Allah subhānahu wata’ālā berfirman: “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu…“
إن زلزلة الساعة شيء عظيم
“Sungguh, goncangan Hari Akhir itu adalah sesuatu yang sangat dahsyat.” [Al-Hajj 22:1]
أما بعد
Allah subhānahu wata’ālā telah memerintahkan kita di dalam Al-Qur’an, agar memiliki taqwa.
Dan di dalam ayat yang kami bacakan sebelumnya, selalu yang dipanggil adalah “Yā ayyuhalladzīna āmanu“, yaitu orang-orang yang beriman.
Namun jika kita melihat ayat yang ada di Sūrat ul-Hajj dan juga dalam ayat lain di dalam Al-Qur’an, kita juga akan menemukan ayat yang memanggil seluruh umat manusia. “Yā ayyuhannās, ittaqū rabbakum…“. “Inna zalzalata…” Sungguh, goncangan…
Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu. Karena goncangan itu, gempa bumi itu, yang terjadi pada Hari Akhir, adalah sesuatu yang ‘azhīm (amat dahsyat).
Ketika kita melihat ayat ini di dalam Al-Qur’an. Ketika kita membuka Al-Qur’an, kita buka mushaf, dan membaca ayat ini. Dan ketika kita mendengar Al-Qur’an entah itu dari seorang qāri’, atau dari seseorang yang sedang mengaji. Lalu kita mendengar ayat ini, seharusnya itu bisa menghilangkan
semua stress yang ada di dalam hidup kita.
Namun ini yang sulit. Seperti halnya hari ini, antum ada di sini, dan saya ada di sini. Dan masing-masing dari kita, pasti memiliki stress mengenai sesuatu. Ya kan?
Mungkin di alam bawah sadar. Namun kita stress tentang sesuatu. Ada yang stress memikirkan uang. Mungkin seorang istri yang stress memikirkan suaminya. Atau seorang suami yang stress memikirkan istrinya. Orang tua memikirkan anaknya. Anak memikirkan orang tuanya. Mungkin masalah pekerjaan. Mungkin Covid-19. Mungkin masalah imigrasi. Mungkin masalah hukum yang sedang berjalan. Mungkin pagi ini antum ditilang.
Dan semua stress ini… Yang selama ini telah memakan waktu kita. Ya kan? Siang dan malam. Gimana supaya usaha saya besar. Gimana supaya menghasilkan milyaran. Gimana supaya dapat Lamborgini. Gimana supaya bisa melakukan itu. Gimana supaya bisa melakukan ini. Gimana supaya saya bisa menikah dengan orang ini. Gimana supaya saya bisa menghindar dari orang ini.
Apapun yang sedang antum hadapi, coba pikirkan tentang itu. Lalu bandingkan dengan ākhirah. Dan semua stress itu seharusnya menjadi amat kecil.
Misalnya bayangkan. Semoga Allah menjaga kita. Saya tahu contoh ini mungkin antum tidak akan suka. Tapi saya ingin ini benar-benar dipahami. Saya ingin kita semua bangun. Bayangkan seseorang tiba-tiba masuk ke sini. Lalu mengatakan kepada antum,
“Saya akan membunuh semua yang hadir di sini, 99 orang dari 100 orang, akan saya bunuh.“
Hanya satu orang yang bisa selamat. Bayangkan seorang ekstrimis sayap kanan, anti Islam atau apapun, tiba-tiba masuk, menodongkan senapan AR-15, lalu membuat pernyataan itu.
Antum pasti akan berhenti mendengarkan saya. Dan bahkan saya mungkin tak lagi ada bagi antum. Saya akan memudar di pikiran antum. Ya kan? Setiap stress yang antum pikirkan akan memudar. Antum tidak akan lagi memikirkan, “Apa saya bisa balik ke kantor ngobrol atau login ke komputer.” Apa yang akan saya makan nanti malam. Bagaimana saya bisa bayar tagihan listrik.
Semua itu… Akan lenyap. Satu-satunya yang akan antum pikirkan adalah bagaimana caranya supaya saya jadi yang 1 orang itu. Ya kan? Jujur saja.
Allah subhānahu wata’ālā mengatakan kepada kita, “Yā ayyuhannās, ittaqū rabbakum.” Wahai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu. Inna… Sungguh, goncangan (zalzalah) Hari Akhir (as-sā’ah) adalah sesuatu yang ‘azhīm (amat dahsyat).
Di dalam tafsīr ayat ini, Imam Ath-Thabari, beliau membawakan suatu riwayat mengenai apa itu az-zalzalah. Dan ada beberapa ahādīts dalam hal ini. Beberapa diantaranya menggambarkan tentang goncangan pada Hari Akhir. Tapi hadīts yang satu ini sangat menarik. Yang mengatakan bahwa pada Hari Akhir, ketika seluruh umat manusia berkumpul, Adam ‘alayhissalām akan dipanggil dan beliau akan diperintahkan untuk memisahkan antara para penghuni Neraka dengan penghuni Surga.
Dari seluruh keturunan Adam. Bukan hanya muslim, mu’min, umat Rasūlullāh ﷺ atau umat zaman ini. Semua. Dari masa Adam ‘alayhissalām, hingga Hari Kiamat. Dari itu semua, untuk dipisahkan.
Adam ‘alayhissalām akan bertanya kepada Allah, bagaimana cara memisahkannya? Karena ini jumlahnya sangat massif. Entah berapa coba jumlahnya nanti. Ada 7 miliar yang hidup saat ini, coba bayangkan berapa nanti jumlahnya. Bagaimana cara memisahkannya?
Maka Allah subhānahu wata’ālā akan mengatakan kepadanya, bahwa dari setiap 1000, 1 penghuni Surga, dan 999 penghuni Neraka.
Berapa orang penghuni Surga dari 1000? Hanya 1.
Bagaimana mungkin kita masih mengkhawatirkan hal lain? Bagaimana mungkin kita masih mengkhawatirkan penampilan kita? Bagaimana mungkin kita masih khawatir hanya karena kaus kaki kita tidak cocok? Bagaimana mungkin kita masih mengkhawatirkan hal lain, jika kita punya hal besar seperti ini di hadapan kita?
Para sahabat radhiyallāhu ‘anhum, mereka menangis. Ketika mendengar ini mereka menangis,
“Yā Rasūlullāh… Bagaimana dengan kami?“
Para sahabat yang duduk di sana sangat khawatir, “Berapa dari kita yang akan selamat?” Mereka tidak bersikap, “Oh saya sih pasti aman. Saya sahabat Nabi kan, pasti aman. Saya ada di Badar, ada di sini, di sana.”
Tidak!
Saat ini kita sering memiliki harapan palsu ini, ya kan. Saya akan bermaksiat di atas maksiat. Dan saya akan melakukan apa saja yang saya mau. Saya akan mengorbankan hukum-hukum syariat. Dan saya akan berbuat yang haram semau saya, kapan saja saya mau. Lalu bertaubat kapan saja saya mau. Lalu berbuat kebaikan semau saya. Saya akan lakukan apa saja yang saya mau. Lalu Allah akan memasukkan saya ke Surga secara langsung, karena saya mau.
Siapa antum? Siapa saya?
Di sini para sahabat amat sangat penuh perhatian mengenai ini. Lalu, Rasūlullāh ﷺ menjelaskan kepada mereka, “Tidak.” Bahwa diantara seluruh anak Adam akan ada begitu banyak yang menjadi orang kafir. Jadi ini bukan mengenai engkau.
Akan ada begitu banyak, sebagaimana yang kita lihat saat ini, mayoritas penduduk dunia ini orang kafir. Dan jika kita melihat sejarah umat manusia. Yang shalih, yang baik, biasanya selalu sedikit.
Memang ada masa-masa seperti di zaman Nuh ‘alayhissalām, Adam ‘alayhissalām, dimana seluruh dunia adalah muslim. Tapi, setelah itu, orang-orang yang mencintai dunia, yang mencintai hawa nafsu mereka, yang membawa mereka kepada kesyirikan, kekufuran, dsb, biasanya memang lebih banyak. Dan orang-orang yang mampu mengendalikannya…
Coba lihat saat ini, di hari Jum’at. Shalat Jum’at itu fardh untuk setiap laki-laki merdeka yang ada di sini. Wajib! Ada berapa orang coba, MUSLIM, jangan dulu semua laki-laki, yang tidak datang shalat Jum’at?
Jika setiap muslim laki-laki yang ada di San Diego ini hadir untuk shalat Jum’at, demi Allah… Mesjid-mesjid kita, bahkan jalan-jalan, tidak akan lagi memiliki tempat.
Kita tahu ini wajib. Tapi kita hanya mau melakukan apa maunya kita. Kita jual murah jati diri kita. Kita hanya ingin disukai orang lain. Dan inilah masalahnya. Kita tidak memposisikan ākhirah di hadapan kita.
Apa yang Allah subhānahu wata’ālā katakan mengenai orang-orang musyrik… Ayat yang akan saya bacakan ini, sebenarnya tentang musyrikīn. Tapi lihatlah kondisi kita di sana.
Merekalah orang yang “yuhibbūn al-‘ājilah“. Mereka mencintai sesuatu yang “hanya sekilas”. Sesuatu yang “berlalu dengan cepat”. ‘Ajal – Cepat. Berlari dengan cepat melalui mereka.
إن هؤلاء يحبون العاجلة ويذرون وراءهم يوما ثقيلا
[Al-Insān 76:27]
Coba renungkan ayat ini! Apa yang mereka lakukan? Mereka mencintai dunia ini, yang berlari dengan cepat melalui mereka. Dan mereka buang ke belakang mereka. Mereka abaikan suatu Hari yang amat berat. Yawman tsakīlā – Allah menyebutnya hari yang berat. Yaitu شيء عظيم , jika Allah menyebut sesuatu itu besar / dahsyat, bayangkan betapa pentingnya itu.
Bayangkan saya dan antum pada hari itu. Bayangkan saya dan antum di dalam kubur. Saya dan antum dibangkitkan di hadapan Allah. Bayangkan saya dan antum di-hisab (diperiksa catatan amalnya). Bayangkan hari itu. Dan bayangkan dosa saya, dan dosa antum.
Dan bayangkan jika seseorang pernah bertanya mengenai kebenaran, lalu antum berbohong. Bayangkan jika seseorang meminta sumpah antum, lalu antum berbohong. Bayangkan jika antum menjual agama antum, ketika antum lunakkan seenaknya agama antum. Ketika antum tidak ingin terlihat bersama seseorang atau terlihat di tempat tertentu, karena antum takut.
Bayangkan pada Hari Kiamat Allah bertanya kepada antum. Ini adalah hamba-hamba-Ku, mereka berjalan di atas kebenaran. Mengapa engkau tidak bersama mereka?
Semua alasan antum, di hadapan Allah, akan jadi apa?
Bayangkan seseorang pernah bertanya kepada antum, apa hukumnya di dalam syari’at, mengenai suatu hal. Entah itu masalah LGBTQ-XYZ, atau hudūd (batasan-batasan dan hukuman) di dalam syari’at. Apapun itu.
Kita tidak membuat agama kita sendiri. Kita mempresentasikannya. Ya kan? Kita tidak punya wewenang untuk membuat atau mengubah agama kita. Tanggung jawab kita adalah untuk menyampaikan.
ما علينا إلا البلاغ المبين
Kewajiban kami tak lain hanyalah menyampaikan dengan jelas. Dengan hikmah, dengan bijaksana, dengan cara yang baik. Pastinya. Tapi bayangkan antum tahu. Namun antum tinggal, lalu sekantor, lalu makan malam bersama, lalu duduk di kelas mereka, lalu antum jual murah jati diri antum. Antum lunakkan agama antum.
Dan sekarang pada Hari Kiamat antum ditanya oleh Allah. Aku telah turunkan Al-Qur’an. Telah Aku berikan kepadamu Sunnah yang terjaga, ahādīts yang shahīh. Engkau tahu hal ini, ini, dan ini. Lalu apa yang terjadi?
Semua ini… Demi apa? Demi sesuatu yang ‘ājilah.
Orang-orang menjual agama mereka demi uang saat ini, membuat saya heran. Uang itu akan memberi manfaat apa untuk antum? Ya kan? Antum melihat seorang muslim membuka toko minuman keras. Antum melihat muslim berurusan dengan riba’. Dan antum melihat a’immah (para imam) dan ‘ulamā’ yang menyematkan kepada mereka sendiri gelar spektakuler, gelar ini, itu. Doktor, syaikh, mufti, ‘ālim, ‘allāmah, ini, itu.
Mengatakan, “Itu sebenarnya halal koq.“
يعني في الحقيقة
“Itu faktanya koq.”
يعني في خلاف
“Ulama berbeda pendapat koq.“
Ini yang sering, “Ini masalah khilafiyah koq. Ulama berbeda pendapat.”
Semua hal khilafiyah. OK tapi mana hujjah (bukti)-nya? Mana bukti dan dalīl-dalīl pendukungnya? Di ayat mana di dalam Al-Qur’an? Di hadīts shahīh yang mana? Hadīts yang shahīh, itulah hujjah (bukti). Perkataan seseorang bukanlah hujjah. Perkataan seorang ‘ālim bukanlah hujjah. Hadīts otentik yang memenuhi syarat diterimanya suatu hadīts, itulah bukti.
Perkataan seseorang bukanlah bukti. Jika antum berpikir bisa shopping fatwa seenaknya dan merasa punya alasan kelak di hadapan Allah, maka lihatlah Al-Qur’an. Lalu bacalah tentang mereka, yang Allah subhānahu wata’ālā menyebut mereka telah menyembah pendeta dan rabi mereka.
Dan ketika para sahabat bertanya kepada Rasūlullāh ﷺ,
“Yā Rasūlullāh, ketika kami masih menjadi Nasrani atau Yahudi dulu, kami tidak menyembah mereka.“
Apa yang Rasūlullāh ﷺ katakan kepada mereka?
“Bukankah engkau menjadikan halal, sesuatu yang haram, karena mereka? Bukankah engkau menjadikan haram, sesuatu yang halal, karena mereka? “Maka engkau telah menyembah mereka.”
Saat ini jika seseorang datang mengatakan, “Riba’ itu halal.” (lalu kita bantah). Maka kebanyakan masyarakat berkata, “Akhi, antum tahu apa? Beliau lulusan universitas ternama lho, gelarnya Doktor / PhD. Beliau pasti paham.“
Dokter anak bisa jadi expert dalam hal syari’ah sekarang.
Maka… Jika antum melakukan itu, padahal antum melihat hukum Allah begitu jelas di dalam Al-Qur’an. Dan antum melihat ahādīts yang shahīh, namun antum menolaknya. Maka antum menyembah mereka.
Semoga Allah menjaga saya dan antum. Agar senantiasa berjalan di atas kitab-Nya, dan Sunnah Nabi-Nya, dan di jalan para pendahulu kita yang shālih.
Saat ini… Ujiannya telah datang kepada kita. Apakah kita akan membiarkan hayāt ud-dunyā, kehidupan dunia ini, menjadi prioritas utama kita? Apa yang Allah subhānahu wata’ālā katakan di dalam Al-Qur’an?
ويل للكفرين من عذاب شديد
“Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” [Ibrahim 14:2]
الذين يستحبون الحيوة الدنيا على الآخرة
“Yaitu mereka yang lebih mencintai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat,” [Ibrahim 14:3]
Ini adalah sifat orang kafir, dimana siksaan yang berat, pedih, dan mengerikan-lah yang dijadikan kabar gembira untuk mereka.
Apa sifat mereka? Karakteristik mereka? Mereka adalah orang yang lebih mencintai kehidupan dunianya, ketimbang akhiratnya.
Oleh karena itu, wahai saudaraku dalam Islam. Saya tahu kita semua diuji. Dan kita semua mungkin mengalami stress. Dan kita semua harus melalui keseharian hidup kita. Kita berjuang bersusah payah. Dan itu pasti tidak mudah. Saya tahu.
Namun antum harus meletakkan semuanya dalam suatu perspektif.
Antum harus meletakkan semuanya dalam suatu perspektif.
Saya bukan kehabisan kata-kata. Saya hanya mengulangnya. Antum harus meletakkan semuanya dalam suatu perspektif. Antum harus menjadi orang-orang…
Dan saya pun berbicara kepada diri saya sendiri. Saya tidak mengecualikan diri saya dari ini. Saya dan antum. Harus menjadi orang-orang yang berjuang dan bersusah payah dalam hidup ini.
أشد بلاء الأنبياء
Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi.
ثم الصالحين
Kemudian orang-orang shālih.
Jadi pasti kita akan bersusah payah. Namun kita tidak boleh membiarkan kesusahan kita itu. Kita tidak boleh membiarkan kehidupan dunia kita. Kita tidak boleh terlalu memikirkan apa kata orang mengenai kita. Bagaimana mereka akan melihat saya. Mereka akan panggil saya apa. Sebutan apa yang akan mereka gunakan. Apa mereka akan memanggil saya WAHABI?? Atau SALAFI?? Atau Fundamentalis?? Terserah… Saya tidak peduli mereka memanggil saya apa.
Saya seorang muslim. Alhamdulillāh…
Katakan alhamdulillāh! Ini sudah cukup bagi kita. Allah menyebut kita muslim di dalam Al-Qur’an. Rasūlullāh ﷺ menyebut kita muslim, maka kita seorang muslim. Alhamdulillāh. Mereka boleh memanggil kita apapun semau mereka.
Kita tidak akan melepaskan Al-Qur’an ataupun Sunnah ataupun jalan para pendahulu kita yang shālih (salaf ush-shālih) hanya karena apa yang mereka katakan. Tak ada yang punya wewenang untuk memutuskan bahwa kita ada di dalam atau di luar manhaj. Ini adalah jalannya Rasūlullāh ﷺ
Kita akan menyuarakan kebenaran. Kita akan berpegang teguh kepada kebenaran. Kita akan berjuang dan bersusah payah untuk tetap berada di atas kebenaran. Kita akan berjuang dan bersusah payah untuk menjadi sebaik-baik muslim. Kita akan berjuang dan bersusah payah untuk meninggalkan kemaksiatan dan kekurangan kita, dengan menyadari penuh bahwa kita memilikinya.
Dan kita ingin menjadikan itu semua, prioritas utama kita di dalam hidup ini. Bagaimana diri kita dalam pandangan Allah subhānahu wata’ālā. Apakah Allah ridha kepada kita. Apakah Allah senang kepada kita. Apa saja yang telah Allah perintahkan, yang seharusnya menjadi prioritas kita di dalam hidup.
Jika shalat sampai terlewatkan karena suatu hal, kita harus berpikir. Di hadapan Allah… Jawaban apa yang bisa kita berikan?
Sudah tiba waktunya shalat. Dan Allah tidak memberi antum hanya 2 menit untuk shalat. Antum punya berjam-jam. Satu jam, dua jam, tergantung shalat apa. Antum punya ruang yang begitu besar untuk melakukan shalat 4-5 menit. Bagaimana mungkin sampai terlewat?? Urusan sebesar apa yang lebih penting dari itu?
Sebentar lagi Ramadhan akan datang. Jika kita mampu secara fisik, di luar kondisi-kondisi yang telah ditentukan oleh syari’at. Puasa.
Lalu ujian apa? Pekerjaan apa? Teman yang mana? Pesta apa? Undangan apa? Yang lebih penting dari Ramadhan?
Allah telah menganugrahi saya dan antum, untuk menjadi seorang muslim! Diantara lautan orang kafir. Semoga Allah jadikan kita termasuk 1 orang itu, yang menghuni Surga, dari 1000 manusia lain.
Bagaimana mungkin kita malu akan itu? Bagaimana mungkin kita menyembunyikannya? Bagaimana mungkin kita tidak khawatir kepada mereka yang juga akan menghuni Surga?
Dengan prioritas ini… Kita memohon kepada Allah subhānahu wata’ālā agar menjadikan kita termasuk mereka yang menggunakan setiap shalat Jum’at, setiap khutbah, setiap kajian, setiap halaqah, setiap apa yang kita dengar, setiap ayat di dalam Al-Qur’an, menjadi sesuatu yang diimplementasikan di dalam hidup kita.
Karena kalau tidak, Al-Qur’an itu “Lak aw ‘alayk“. Al-Qur’an bisa jadi untukmu, atau berlaku padamu.
Jika antum membaca ayat ini, dan mendengar ayat ini. Lalu antum mengabaikannya. Antum buang Hari Akhir ke belakang antum. Demi Allah… Hari itu akan tetap datang!
Namun dalam keadaan antum tidak siap menghadapinya.
Kita memohon kepada Allah agar termasuk orang-orang yang mengamalkan apa yang kita dengar.