وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا ۗ اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًا
(QS. Al-Isra’ 17: Ayat 23-24)
Ini adalah pengingat, terutama untuk saya pribadi.
Surat Al-Isra’ ayat 23-24 ini merupakan bagian dari perintah Allah kepada Bani Israil. Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhum mengatakan bahwa ayat 23-40 Surat Al-Isra’ merupakan versi Al-Qur’an dari Ten Commandments atau 10 Perintah Tuhan yang mungkin orang Yahudi sudah familiar. Sepuluh perintah ini merupakan “golden rules of syariah” yang diberikan kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, untuk Bani Israil.
Tulisan ini tidak akan membahas semuanya. Fokus tulisan ini adalah ayat 23-24, dan bagaimana Al-Qur’an menggunakan bahasa yang luar biasa indah untuk mengekspresikan sesuatu.
وَقَضٰى رَبُّكَ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ
Waqodhoo robbuka allaa ta’buduu illaa iyyaah. Robbmu telah memerintahkan, bahwa kamu tidak akan menyembah apapun kecuali Dia. Bahwa kamu tidak akan memperbudak dirimu kepada apapun kecuali Dia. This is basically laailaaha illallah.
Perintah pertama adalah perintah untuk jangan menyembah selain Allah. Perintah untuk jangan menyekutukan-Nya dengan siapapun. Seperti halnya kita umat Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, masalah syirik bukan perkara ringan, ini adalah dosa besar yang tidak akan diampuni.
Yang menarik adalah perintah kedua yaitu perintah untuk berbuat baik kepada orang tua. Diletakkan segera setelah larangan untuk menyekutukan Allah. Prioritas tertinggi kedua. Sungguh masalah berbuat baik kepada orang tua bukanlah perkara remeh.
Dan perhatikanlah bahasa yang digunakan dalam ayat 23:
وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا
Wabilwaalidayni ihsaanaa. Dan terutama ketika berhadapan dengan orang tua, mutlak yang terbaik!
Ayat ini tidak mengatakan: “Berbuat baiklah kepada kedua orang tua”.
Nope.
Ayat ini mengatakan: “When it come to both parents, ABSOLUTE EXCELLENCE!”
“Dan terutama kepada orang tua, MUTLAK YANG TERBAIK!”
Perhatikan bahwa Al-Qur’an hanya menggunakan 1 kata: IHSAANAA! (MUTLAK YANG TERBAIK!)
Itu adalah satu kata dengan tanda seru.
Seperti halnya seorang guru yang ingin mendiamkan kelasnya yang ribut, dia hanya cukup berkata: DIAAAM!
Cukup 1 kata.
Allah tidak memerintahkan untuk sekedar berbuat baik kepada orang tua, tapi memberikan perlakuan yang terbaik. Ihsaanaa adalah yang terbaik yang bisa kita berikan.
اِمَّا يَـبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوْ كِلٰهُمَا
Immaa yablughonna ‘indakalkibaro ahaduhumaa awkilaahumaa. Bahkan ketika mereka sampai usia lanjut dan dalam pemeliharaanmu. Tetap kita harus memberikan yang terbaik.
Allah tidak sedang membicarakan kita sebagai anak kecil lagi, tapi kita sebagai orang dewasa yang memiliki orang tua. Seperti yang mungkin sering kita rasakan pada orang tua kita, bahwa semakin mereka bertambah usia, kadang mungkin semakin pikun, pendengarannya berkurang, daya tangkapnya berkurang, terasa semakin mengesalkan, semakin mudah tersinggung, dan mungkin semakin mudah marah kepada kita.
Ketika kita kecil dulu, kalau orang tua kita marah, kita takut. Tapi setelah kita dewasa, ketika mereka marah, kita cenderung membalas balik marah. Allah mengatakan bahwa ketika kita berada di situasi ini, situasi ketika kadang mereka tidak mudah dihadapi, situasi dimana itu mungkin menguji kesabaran kita, kita tetap harus memberikan yang terbaik. Dan ini adalah minimum requirement. Di akhirat nanti kita akan ditanyai, semudah kesal apakah kita, se-emosian apakah kita, kepada orang tua kita.
Kita harus paham bahwa mereka masih mengingat segala hal detil mengenai kita waktu kecil, bagaimana kita merengek, bagaimana kita sendawa, bagaimana kita ngompol, dan lain sebagainya. Dan kita sudah tidak akan ingat itu lagi. Orang tua kita tidak akan lupa bagaimana mereka dulu memandikan kita, membersihkan kotoran kita, begadang semalaman karena kita, kita digendong kemana-mana. Bayangkan anak yang sama itu, ketika dia beranjak dewasa, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang cuek, tidak punya waktu untuk orang tuanya, bahkan hanya untuk menelepon. It’s gonna hurt. Akan terasa sakit. Mengetahui bahwa mereka bukan prioritas. Padahal ketika kita masih kecil, kita adalah prioritas pertama bagi mereka. Mereka mengorbankan nyawanya untuk kita ketika kita dilahirkan, mengorbankan waktunya, mengorbankan karirnya, mengorbankan hartanya, untuk kita. Apakah kita tahu?
فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ
Falaa taqullahumaa uf. Dan jangan sekali-kali kamu berkata “uf” kepada mereka. Dan “uf” dalam bahasa Arab artinya “tanda kefrustasian”. Ekspresi-ekspresi seperti: “Ahh!”, “Ehm!”, “Hhh <menghela nafas>”, “Hadeuh…”, “Ckk!”.
Dan “uf” bukan hanya kata, tapi juga ekspresi wajah, helaan nafas, pergerakan mata, dan raut muka. Allah mengatakan bahwa ketika mereka tiba pada usia tua, jangan kamu sekali-kali menunjukkan tanda-tanda kefrustasian ketika berinteraksi dengan mereka.
وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
Walaa tanharhumaa wakullahumaa qowlan kariimaa. Dan jangan sekali-kali kamu menghardik mereka, membantah mereka, dan ketika berbicara dengan mereka, bicaralah dengan kata-kata mulia dan penuh hormat. Kata-katanya, cara menyampaikannya, nadanya, ekspresi wajahnya, semua harus menujukkan kemuliaan dan hormat.
Ini jelas bukan tugas sederhana.
Lalu pada ayat selanjutnya, ayat 34, Allah menjelaskan:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًا
Ini yang epic.
Wakhfidhlahumaa janaahadzdzulli minarrahmah. Dan turunkan sayap ketidakberdayaan untuk mereka, karena kasih sayang.
LOWER YOUR WING. TURUNKAN SAYAPMU.
Ketika burung akan terbang, dia akan mengangkat sayapnya, menunjukkan kehebatannya untuk terbang. Ketika burung menurunkan sayapnya, itu seperti dia tidak menggunakan kemampuannya.
Dalam ayat ini manusia dibandingkan dengan burung, dalam arti bahwa manusia akan memiliki kehebatan yang bermacam-macam, untuk “mengangkat sayapnya”, tapi mereka memilih untuk “menurunkan sayapnya” ketika berhadapan dengan orang tua mereka
Ketika kita dewasa kita akan memiliki berbagai macam kehebatan, kemampuan, katakanlah itu pekerjaan, karir, uang, harta, kepintaran, kesuksesan, dan lain sebagainya. Kita memiliki “sayap untuk ditunjukkan”. We can definitely show off our wing. Tapi ketika kita berhadapan dengan orang tua, kita harus menurunkan sayap kita dan bertindak seperti tidak punya kekuatan apa-apa.
Ketika kita mulai rajin menuntut ilmu dan paham banyak ilmu agama, fasih membaca Al-Qur’an, rajin beribadah, dan lain sebagainya, TURUNKAN SAYAP KITA di depan mereka. Walaupun kita punya kemampuan untuk mengangkatnya. Rendahkan diri kita.
Lindungi mereka dengan sayap kita, sebagaimana mereka melindungi kita sewaktu kecil. Seperti burung melindungi sarang dan anak mereka dengan sayapnya. Sehingga ketika ular mencoba menggigit anaknya, sayapnya lah yang melindunginya. Walaupun harus mengorbankan dirinya.
Allah mengatakan bahwa sekarang situasinya sudah dibalik. Dulu orang tua kita telah menurunkan sayapnya untuk kita. Sekarang saatnya untuk kita menurunkan sayap kita untuk orang tua. Melindungi mereka sebisa mungkin. Menyelesaikan permasalahan mereka. Sudah saatnya kita berkata: No worries Mom, no worries Dad. I got this. Everything is gonna be ok.
– Dirangkum dari Thematic Overview Part 38, Bayyinah TV, Nouman Ali Khan