Bagi yang belum membaca, silahkan untuk menyimak Bagian 4
Sadar penuh bahwa anaknya akan terlahir di tahun pembantaian, maka ia pun menyembunyikan dan menutup-nutupi kehamilannya. Ajaibnya, kehamilannya ini memang tidak seperti wanita-wanita lain. Perutnya tidak membesar secara signifikan seperti layaknya wanita hamil.
Ia berpikir keras bagaimana supaya anaknya bisa tetap hidup ketika lahir. Ia pun mendapat ilham. Ilham dari Rabb Seluruh Alam.
Ia lalu membuat sebuah peti kayu tertutup, yang diikat dengan tali yang cukup panjang. Yang bisa diapungkan ke Sungai Nil yang ada di belakang rumahnya. Yang bisa diulurkan untuk disembunyikan, lalu ditarik kembali ketika sudah aman.
Maka di setiap kali pasukan dan bidan-bidan utusan Fir'aun datang memeriksa ke rumah-rumah Banī Isrā'īl, segera ia balut bayinya dengan kain untuk menutupinya. Lalu ia hanyutkan sementara bayinya ke Sungai Nil dengan peti itu, untuk ditarik lagi ketika pemeriksaan sudah selesai.
Namun suatu hari, mungkin karena rasa panik, ia lalai untuk mengikatnya, dan peti kayu itu hanyut terbawa arus yang cukup deras. Maka ketika ia menyadarinya, seketika hatinya menjadi HAMPA.
Dan jika bukan karena Rabb-nya yang meneguhkan hatinya, hampir-hampir saja ia mengungkapkan rahasianya.
Maka ia pun meminta anak perempuannya untuk menelusuri Sungai Nil dan mencari berita keberadaan bayinya secara diam-diam.
Tak terduga. Aliran Sungai Nil telah membawa sang bayi dengan selamat, tepat menuju jantung istana musuh. Ketika ia sedang diburu oleh pasukan mereka, rencana Allah justru telah membuat sang bayi mampu menerobos istana musuh tanpa perlawanan sama sekali.
Peti kayu itu ditemukan oleh para selir istana, lalu dibuka oleh istri Fir'aun sendiri. Dan pandangan pertamanya kepada bayi itu, telah melelehkan hatinya dan cintanya. Maka ia memohon dan memelas kepada Fir'aun agar mengangkatnya sebagai anak, karena saat itu mereka memang belum dikaruniai anak.
Hampir-hampir saja akan meng-eksekusi sang bayi yang memang terlihat ke-Banī Isrā'il-an nya ini, Fir'aun akhirnya luluh dan mengabulkan permintaan istrinya. Mereka menamainya Mose, yang dalam bahasa Mesir Kuno berarti "anak" atau "anak laki-laki".
Catatan: Contohnya misalnya nama Ahmose (nama salah satu Fir'aun). Ini dalam bahasa Mesir Kuno artinya "Anak Dewa Bulan". Contoh lain: Thutmose, ini artinya "Anak Dewa Thut".
Seorang anak, yang kelak akan menghancurkan dinasti Fir'aun, ternyata dibesarkan di dalam istana Fir'aun itu sendiri. Sungguh rencana Allah untuk Nabi Mūsā 'alayhissalām, begitu luar biasa.
Lalu bagaimana dengan ibundanya yang sesungguhnya? Yang mana dunia telah kosong dari hatinya, kecuali bayinya.
Ternyata.
Mūsā kecil terus menangis di dalam istana Fir'aun dan tak mau menyusu kepada perempuan mana pun yang ada di sana. Sehingga istana mengutus para bidan dan wanita istana untuk mencari ibu susu yang tidak akan ditolak Mūsā kecil. Mereka mengumumkannya ke pasar dan tempat-tempat umum.
Dan kakak perempuan Mūsā melihatnya. Dan ia mengenali adiknya. Lalu dengan cerdas mengatakan bahwa ia mengenali seorang ibu susu yang sangat penyayang. Berangkatlah mereka menuju rumah sang ibunda.
Maka Allah kembalikan Mūsā kecil ke pangkuan ibundanya. Begitu ingin ia memeluknya dengan erat, namun ia lakukan dengan perlahan, agar tidak mengundang kecurigaan. Dan begitu lahap Mūsā kecil meminum air susunya. Hingga sang ibunda dipekerjakan oleh istana sebagai ibu susunya. Maka hilanglah kehampaan dan kesedihan di hatinya. Berkumpul kembali dengan anak kesayangannya.
Begitulah rangkuman singkat bagaimana Mūsā kecil lolos dari tahun pembantaian. Dan bukan hanya lolos, tapi juga diangkat sebagai anak dan dibesarkan di istana Fir'aun.
Lalu bagaimana perjalanan Nabi Mūsā 'alayhissalām memimpin Banī Isrā'īl untuk lolos dari penindasan Fir'aun?
Dan diperintahkan untuk menuju ke mana kah mereka setelah lolos dari Fir'aun?
In syā Allāh dibahas di bagian berikutnya.
Referensi:
Qashash ul-Anbiyā', "Kisah Para Nabi", Ibnu Katsīr
Tafsīr ul-Qur'ān il-'Azhīm, Ibnu Katsīr, Sūrat ul-Qashash
Moses, by Dewey M. Beegle, Encyc. Britannica