We

Banū Isrā'īl - Bagian 4

Era New Kingdom

Bagi yang belum membaca, silahkan untuk menyimak Bagian 3


Era New Kingdom. Inilah sebuah periode di mana Mesir berubah drastis dari hanya sebuah kerajaan, menjadi sebuah imperium dengan wilayah yang terus meluas. 

Di mana status raja, bukan lagi sekedar penguasa, tapi juga diposisikan sebagai seorang titisan dewa. Dalam Bahasa Mesir Kuno, mereka digelari "pr-ꜥꜣ" yang secara harfiah berarti "istana agung".


Di era sebelumnya, kata ini digunakan untuk mengacu kepada istana raja, namun di era New Kingdom, kata ini dipakai untuk raja itu sendiri. Bahasa Ibrani menyebutnya פַּרְעֹה‎ (Parʿō). Dan Bahasa Arab menyebutnya Fir'aun فِرْعَوْن . 

Di akhir periode Second Intermediate, sebagian wilayah Mesir dikuasai bangsa asing. Namun di awal era New Kingdom ini, bangsa Mesir bersatu begitu kuat sehingga bangsa asing tersebut berhasil diusir. 

Setelah itu, dimulailah kebijakan untuk mengotak-ngotakkan warga Mesir. Ada warga first class dan ada warga second class. Banū Isrā'īl yang notabene merupakan bangsa asing, turun kasta menjadi bangsa budak. Dan hanya diberi pekerjaan kasar di bidang-bidang rendahan. Padahal mereka adalah keturunan Nabi Yūsuf 'alayhissalām dan saudara-saudaranya, yang dulu begitu dihormati oleh kerajaan. Namun, zaman berganti, penguasa berganti. Kondisi berubah 180 derajat. 

Dan bahkan ngga berhenti di situ. Mereka ditindas hingga bayi-bayi laki-laki mereka pun sampai dibunuhi. 
Kenapa bisa sampai segitunya? 

Itu semua dimulai ketika orang asli Mesir mulai mendengar kabar yang beredar di kalangan Banī Isrā'īl. Sebuah prophecy tentang lahirnya seorang anak laki-laki dari keturunan Banī Isrā'īl, yang akan menghancurkan kerajaan Mesir melalui tangannya. 

Hingga akhirnya, kabar ini sampai ke telinga Fir'aun di masa itu. Dan bahkan melihat di mimpinya sebuah api datang dari wilayah Bayt ul-Maqdis, lalu membakar rumah orang-orang Mesir beserta penghuninya, namun api itu sama sekali tidak menyentuh Banī Isrā'īl. 

Catatan: ada yang mengatakan Fir'aun ini adalah Ramessess II. Ada pula yang mengatakan anaknya, yaitu Merneptah. Allāhu a'lam. 

Panik dengan itu semua, diberlakukanlah perintah untuk membunuhi setiap bayi laki-laki Banī Isrā'īl. Agar prophecy itu gagal terwujud. 

Namun Allah itu sebaik-baik pembuat rencana. Setelah sekian lama kebijakan itu diterapkan, orang asli Mesir mengeluhkan makin sedikitnya Banī Isrā'īl yang bisa mereka pekerjakan. Hingga khawatir kalau nanti sampai habis, maka pekerjaan kasar harus mereka kerjakan sendiri. Maka diberlakukanlah pembantaian selang-seling. Ada tahun kelonggaran, dan ada tahun pembantaian. 

Nabi Hārūn 'alayhissalām (Ibrani: אַהֲרֹן , ʾAhărōn) dilahirkan pada tahun kelonggaran. Sedangkan Nabi Mūsā 'alayhissalām (Ibrani: מֹשֶׁה, Mōše) dilahirkan pada tahun pembantaian. 

Lalu bagaimana mungkin Mūsā kecil bisa selamat? Dan bahkan akhirnya dibesarkan di istana Fir'aun sendiri? 

In syā Allāh berlanjut di Bagian 5.

Komentar singkat:
Sungguh ironis para Zayonis di masa kita ini. Mereka persis plek-plek melakukan perbuatan barbar orang-orang yang menindas nenek moyang mereka dahulu. Mereka menjadikan orang Filisthīn sebagai warga second class, dan bahkan mereka sebut "human-animal". Lalu membunuhi bayi-bayi mereka. Persis seperti Fir'aun.

Referensi:
Qashash ul-Anbiyā', "Kisah Para Nabi", Ibnu Katsīr
Tafsīr ul-Qur'ān il-'Azhīm, Ibnu Katsīr, Sūrat ul-Qashash
The Eternal Challenge: A Journey Through The Miraculous Qur’an, Abu Zakariya
New Kingdom and Third Intermediate Period - An Introduction, Essay by Dr. Amy

Abu Qurrah November 18, 2023
Share this post
Sign in to leave a comment
We
Banū Isrā'īl - Bagian 3
Bagaimana mereka bisa berada di Mesir?