We

Sudahkah Kita Mencintai Bahasa Arab? (Bagian 3)

Ketika belum memahami kedalaman makna Rabb رَبّ dan ilāh إِلَـٰه , seseorang bisa jadi mengakui adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta yang telah menciptakan dia. Tapi ngga mengakui bahwa Tuhan tersebut punya hak absolut untuk disembah dan diibadahi. Yang punya hak absolut untuk mengatur cara hidup (way of life) semua ciptaan-Nya. Yang tahu persis apa yang terbaik bagi makhluk-Nya.

Bagi yang belum baca bagian sebelumnya, silahkan disimak Sudahkah Kita Mencintai Bahasa Arab? - Bagian 2

Ketika belum memahami kedalaman makna Rabb رَبّ dan ilāh إِلَـٰه , seseorang bisa jadi mengakui adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta yang telah menciptakan dia. Tapi ngga mengakui bahwa Tuhan tersebut punya hak absolut untuk disembah dan diibadahi. Yang punya hak absolut untuk mengatur cara hidup (way of life) semua ciptaan-Nya. Yang tahu persis apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. 

Sehingga banyak manusia yang ngga menjadikan Rabb-nya, sebagai ilāh-nya. Dan bahkan menjadikan hawa nafsunya sebagai ilāh-nya. Seperti yang disebutkan dalam Sūrat ul-Jātsiyah ayat 23: "Afara'ayta man it-takhadza ilāhahū hawāhu...
"Maka pernahkah kamu melihat seseorang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilāh-nya... 

Jadi ilāh إِلَـٰه itu artinya apa sih? 

Secara bahasa, kata ilāh akar kata kerjanya (fi'l-nya) yaitu أَلَهَ alaha atau يَأْلَهُ ya'lahu, yang artinya menyembah. Alaha itu artinya عَبَدَ 'abada, yaitu beribadah mengabdikan diri. 

Sehingga ilāh إِلَـٰه artinya 'sembahan', ma'būd مَعْبُود 'sesuatu yang di-ibadahi'. Sesuatu yang kita mengabdikan diri kepadanya. 

Sehingga seseorang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilāh-nya, adalah seseorang yang mengabdikan dirinya kepada hawa nafsunya. Yang ngga kuasa, untuk ngga taat kepada hawa nafsunya. Ke manapun ambisi pribadi dan keinginannya pergi, selalu ia ikuti dan taati. 

Lalu ada pula yang menjadikan orang shālih yang sudah meninggal sebagai ilāh mereka. Mereka ziarahi makamnya. Mereka sembah kuburnya. Mereka berdoa dan meminta keberkahan kepadanya. 

Ada pula yang menjadikan jinn sebagai ilāh mereka. Mereka meminta tolong kepadanya. Mereka taati perintah-perintah dan permintaan-permintaannya. Mereka buat sepi usaha pesaing dengan bantuannya. Atau mereka sakiti seseorang yang mereka dengki dengan sihirnya. 

Padahal itu semua adalah sembahan palsu. False gods. Bukan ilāh إِلَـٰه yang sesungguhnya. 

Satu-satunya Tuhan Yang Sesungguhnya, THE GOD, adalah ketika kita menambahkan alif lam ال di depan kata ilāh إِلَـٰه :

ال + إِلَـٰه = الله

Allāh. The Only One True God.
Satu-satunya sembahan yang berhak disembah. 

Dia-lah satu-satunya yang berhak mendapatkan penyembahan kita, peribadatan kita, pengabdian diri kita, dan pendedikasian hidup kita. 

Seperti yang dijelaskan oleh Ibnu 'Abbās radhiyallāhu 'anhumā ketika menjelaskan makna kata Allāh,

 ذُوْ الْأُلُوْهِيَّةِ، وَالْعُبُوْدِيَّةِ عَلَى خَلْقِهِ أَجْمَعِيْنَ

“Dialah pemilik ulūhiyyah dan 'ubūdiyyah dari seluruh makhluk-Nya.”
(Hāsyiyatu Kitāb it-Tawhīd 1/13) 

Apa itu al-ulūhiyyah الأُلُوهِيَّة ?
Yaitu penyembahan yang disertai rasa cinta dan pengagungan. 

Apa itu al-'ubūdiyyah العُبُودِيَّة ?
Yaitu peribadatan, pengabdian diri, penghambaan diri. 

Seperti yang tadi dibahas di awal, ada begitu banyak manusia yang sudah meng-esakan Allāh dalam hal rubūbiyyah, namun belum meng-esakan-Nya dalam hal ulūhiyyah

Mereka sudah mengakui bahwa Allāh adalah Pencipta mereka, Yang Maha Kuasa, Yang Mengatur seluruh alam semesta. Tapi ketika berhadapan dengan kesulitan hidup, mereka malah pergi ke 'orang pintar' (baca: dukun). Malah membeli jimat atau keris. Malah memberikan sesajen ke patung. Atau meminta dan berdoa ke makam 'wali'.

Ketika bikin acara, walimah, dsb. supaya ngga hujan, minta bantuan ke pawang hujan. Meminta bantuan jinn. Atau melakukan 'ritual' tertentu ataupun menaruh 'sesuatu' supaya ngga hujan. 

Ketika syari'at Allāh ngga sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya, mereka nyinyiri habis-habisan. 

Ketika aturan-aturan Allāh berhadapan dengan 'urusan perut' mereka, atau bisa membuat mereka kehilangan kenyamanan hidup, atau harta, atau karir, atau kedudukan, maka mereka buang dan tinggalkan aturan-aturan itu. 

Na'ūdzu billāhi min dzālik...
Kita berlindung kepada Allāh dari penyembahan kepada sembahan-sembahan palsu. Dan dari ketidak-tundukan kepada aturan-aturan-Nya. 

Referensi:
Tafsīr As-Sa'di, Sūrat ul-Jātsiyah ayat 23 
Hāsyiyatu Kitāb it-Tawhīd
At-Tamhīd lisyarhi Kitāb it-Tawhīd (hal. 6)
Mu'jam ul-Ghanī


Cover image mockup by CosmoStudio from Freepik      

Abu Qurrah June 26, 2023
Share this post
Sign in to leave a comment
We
Sudahkah Kita Mencintai Bahasa Arab? (Bagian 2)
Jadi, apa sebenernya perbedaan رَبّ rabb dengan إِلـٰه ilāh? Kita coba bahas rabb dulu ya. Baru nanti kita bandingkan dengan ilāh, in syā Allāh.