We

Perjalanan Menjalani Kebenaran | Bagian 4

Langkah berikutnya adalah langkah menuju ke mesjid. Tempat mulia yang berjarak beberapa puluh langkah saja, atau mungkin beberapa menit berkendara saja. Namun kenyataan mencatat begitu banyak yang tak mampu melakukannya.

Langkah berikutnya adalah langkah menuju ke mesjid. Tempat mulia yang berjarak beberapa puluh langkah saja, atau mungkin beberapa menit berkendara saja. Namun kenyataan mencatat begitu banyak yang tak mampu melakukannya.

Bahkan bagi para pemuda kuat yang mampu menaklukan puncak gunung atau hutan belantara. Bagi para kalangan intelektual dengan pendidikan bertumpuk hingga S3. Ataupun bagi mereka yang telah menginjakkan kakinya di berbagai negara.

Pastinya bukan hanya setiap tahun ketika Ramadhan. Bukan hanya setiap bulan ketika senggang. Tetapi setiap hari, di setiap adzan berkumandang.

Waktu itu, jika bukan karena seorang sahabat yang Allah kirimkan, mungkin saya pun tak akan mampu melakukan. Seorang sahabat yang bukan saja begitu sabar dan konsisten mengajak kepada kebaikan, namun melakukannya dengan penuh hikmah, tanpa paksaan. Yang lebih banyak mencontohkan, daripada menasehati dengan lisan.

Yang telah membuat saya jatuh hati dengan Tahsin Al-Qur’an. Sehingga mendengarkan dan memperdengarkan bacaan Al-Qur’an di mesjid, menjadi sebuah rutinitas sehari-hari yang menyenangkan. Semoga Allah membalas segala kebaikannya, dengan sebaik-baik balasan.

Memang awalnya terasa berat pastinya. Beribu alasan akan datang dalam pikiran kita. Terutama di waktu Subuh, dan di waktu Isya.

Rasa takut termasuk orang munafik lah yang terus memotivasi. Karena Rasulullah sallallaahu ‘alayhi wasallam bersabda:

“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari)

Sebuah hadits yang selalu memotivasi untuk terus berjuang mengalahkan rasa kantuk, menembus gelapnya fajar, menundukkan hati hanya kepada Allah, dan menaklukkan rasa cinta kepada dunia.

Dan semakin banyak langkah yang kita pijakkan, kita akan semakin merasakan. Bahwa mesjid, adalah sumber cahaya kehidupan. Sebagaimana Allah subhaanahu wata’aala berfirman:

فِى بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْأَاصَالِ

“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang,”
(QS. An-Nur 24: Ayat 36)

Rumah-rumah itu adalah masaajid. Tempat dimana kita sejenak keluar dari hiruk pikuk dunia. Untuk bertasbih mensucikan nama-Nya. Dan mengadukan segala keluh kesah atau masalah yang kita hadapi, hanya kepada-Nya. Rabb yang tak pernah mengecewakan hamba-Nya.

Ditulis oleh: Eka Pratama
27 Ramadhan 1440 H



Abu Qurrah May 31, 2019
Share this post
Sign in to leave a comment
We
Perjalanan Menjalani Kebenaran | Bagian 3
Al-Qur’an telah mengajarkan saya keikhlasan, untuk menerima sesuatu yang tidak bisa kita ubah. Namun di saat yang sama juga mengajarkan keberanian, untuk mengubah sesuatu yang bisa kita ubah. Dan mengajarkan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.